Menunggu Redenominasi Rupiah yang Entah Kapan

by PASS FM Cilegon
redenominasi

Saat ini jamak dijumpai di pasar maupun dalam obrolan santai, masyarakat Indonesia sudah melakukan redenominasi mata uang dalam penyebutan jumlah nominal rupiah. Masyarakat Indonesia sudah biasa menyebut Rp1 juta dengan Rp1.000, Rp100.000 dengan Rp100 dan Rp10.000 hanya disebut Rp10. Namun tidak demikian dengan Rp1.000.

Redenominasi yang jika merujuk Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), didefinisikan sebagai penyederhanaan nilai mata uang rupiah tanpa mengubah nilai tukarnya. Redenominasi bertujuan untuk menyederhanakan jumlah digit pada pecahan rupiah tanpa mengurangi daya beli, harga atau nilai rupiah terhadap harga barang dan/atau jasa.

Wacana redenominasi rupiah sudah bergulir cukup lama, berawal di tahun 2010. Terakhir, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 77/PMK.01/2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2020-2024 yang salah satunya memuat Rancangan Undang-undang tentang Redenominasi Rupiah.

Namun, hingga saat ini, redenominasi tidak ada progresnya. Terakhir pada Agustus lalu Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, redenominasi rupiah harus dilakukan saat dalam kondisi normal. Ia mencontohkan, beberapa negara lain yang melakukan langkah serupa dilakukan pada saat kondisi ekonomi negara tersebut benar-benar normal.

“Pesannya, kondisinya harus normal karena negara lain melakukannya dalam kondisi normal. Jangan dilakukan pada saat krisis atau panas badan, kalau lagi kuat dan tenang baru dilakukan,” kata Perry.

Harus Sekarang

Namun menurut Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI Komisi XI Muhamad Misbakhun, saat ini menjadi momentum yang tepat untuk melakukan redenominasi rupiah. Jika redenominasi harus menunggu stabilitas ekonomi, kondisi stabil tidak dapat dicapai dengan kondisi geopolitik saat ini.

“Justru sekarang adalah momentum terbaik, to show to the world, di saat dunia dilanda resesi,” kata Musbakhun dikutip dari CNBC Indonesia.

Menurutnya, di saat negara-negara dunia dilanda kenaikan defisit, Indonesia mampu mengelola defisit di bawah 10 persen. Begitu pula kondisi hiperinflasi global, laju inflasi Indonesia masih terbilang rendah.

“Ingat, kita dulu punya pertumbuhan 6-7 persen tetapi inflasinya di atas 7 persen. Sekarang inflasi tahun lalu masih 1,57 persen,” paparnya.

Jika mengamati gelagatnya, redenominasi rupiah sepertinya belum akan dilakukan pemerintah pada tahun ini. Begitu juga tahun depan yang sudah memasuki tahun politik. Walaupun sempat ada isu redenominasi segera dilakukan yang ditandai dengan terbitnya uang rupiah kertas baru pada Agustus lalu.

Isu ini berkembang kala melihat uang kertas baru yang jika diterawang tiga angka nol di belakang tidak tampak. Contohnya uang Rp 100 ribu, jika diterawang maka yang muncul hanya 100. Isu redenominasi ini kemudian dibantah Kepala Departemen Pengelolaan Uang BI Marlison Hakim.

Marlison menjelaskan, hilangnya tiga nol di belakang saat diterawang merupakan salah satu teknologi baru untuk unsur pengamanan dan warna yang bervariasi. Hal ini tak ada hubungannya dengan redenominasi. “Tidak ada kaitannya,” kata Marlison.

“Pada uang Rupiah TE sebelumnya, Electrotype berbentuk motif ornament khas Indonesia, sedangkan di TE 2022 electrotype berbentuk angka yang melambangkan nilai nominal. Jadi tiga angka nol tidak dicantumkan dengan pertimbangan teknis dan untuk kemudahan identifikasi. Secara teknis karena masalah ruang yang terbatas dan untuk kemudahan identifikasi oleh masyarakat,” jelas dia. [PASS News]

Related Posts

Leave a Comment

logo pass fm cilegon retina-01
Copyright 2023 – All Right Reserved. PASS FM Cilegon
-
00:00
00:00
Update Required Flash plugin
-
00:00
00:00